Minggu, 17 Januari 2010

ANGGA DIHARJA FIRDAUS

Satu atau dua teori dari rumpun Realisme untuk menjelaskan kebijakan anti teror Amerika Serikat.
“Dalam kondisi seperti itu, tidak ada tempat bagi industri; sebab hasil daripadanya tidak tentu: dan akibatnya tidak ada budaya di muka bumi; tidak ada navigasi, ataupun penggunaan komoditas-komoditas yang mungkin diimpor melalui laut, tidak ada bangunan yang megah . . . tidak ada seni; tidak ada surat, tidak ada masyarakat; dan yang paling buruk dari semuanya, ketakutan selamanya, dan bahaya kematian yang sadis; dan kehidupan manusia yang terpencil, miskin, buruk dan brutal dan singkat.” (Thomas Hobbes 1946).

Teori dari Thomas Hobbes di atas menjelaskan mengenai nilai perdamaian dan ketertiban yang tertanam kuat yang timbul dari warga negara dan berkolaborasi bersama menciptakan suatu negara dengan pemerintahan yang berdaulat. Memiliki kekuasaan absolut dan kekuatan yang besar yang melindungi warga negara baik dari kekacauan internal maupun musuh serta ancaman-ancaman dari pihak asing. Dalam kondisi yang beradab yaitu ketertiban dan kedamaian di bawah perlindungan negara, warga negara memiliki kesempatan berkembang dalam keselamatan relative. Akan timbul rasa aman bagi warga negara tidak dibayangi oleh bahaya apapun yang mengancam keselamatan hidupnya dan tercipta kesejahteraan. Kedaulatan negara seperti ini tidak berhenti begitu saja, tetapi selalu sejalan dengan security dilemma yang selalu menghinggapi suatu negara dalam politik internasional yang berasal dalam anarki dari sebuah sistem negara.
Negara-negara yang berdaulat tidak mau menyerahkan kemerdekaan negaranya begitu saja demi terciptanya dan terjaminnya keamanan global. Menyikapi akan hal ini, negara akan memobilisasi kekuatan kolektif warga negaranya. Negara dapat membekali dirinya dengan senjata agar dapat mempertahankan kedaulatan negara dari ancaman besar yang berasal dari pihak asing yang berkesinambungan. Jika negara sudah melakukan tugasnya sebagai pelindung dan pengayom bagi warga negaranya, maka ancaman yang berasal dari asing akan dianggap baik oleh warganya. Karena negara menjamin kebebasan warga negaranya dalam melakukan interaksi antar sesamanya. Dengan kata lain, anarki internasional berdasarkan pada negara yang berdaulat merupakan kebebasan bagi warga negaranya. Dan ancaman yang bersumber dari dunia internasional merupakan kondisi perang actual atau potensial sejalan dengan tidak adanya jaminan perdamaian yang permanent diantara Negara yang berdaulat.
Hal di atas sejalan dengan kebijakan anti teror yang diterapkan oleh AS yang begitu terlihat pasca tragedi 11 September 2001 WTC. Serangan teroris yang menghancurkan gedung WTC dan Pentagon di Wahington D.C mengubah sejarah AS. Isu keamanan nasional AS dan internasional kembali unjuk gigi. Negara kembali menjadi aktor sentral yang mengorganisasi perlawanan terhadap kelompok teroris. Sejalan penjelasan yang sudah diungkapkan di atas berangkat dari teori yang diungkapkan Thomas Hobbes salah satu tokoh paradigma realis. Bahwa negara-negara yang berdaulat tidak mau menyerahkan kemerdekaan negaranya begitu saja demi terciptanya dan terjaminnya keamanan global. Menyikapi akan hal ini, negara akan memobilisasi kekuatan kolektif warga negaranya. negara dapat membekali dirinya dengan senjata agar dapat mempertahankan kedaulatan negara dari ancaman besar yang berasal dari pihak asing yang berkesinambungan. Begitu juga dengan negara Amerika Serikat yang merdeka dan mempunyai kedaulatan penuh akan negaranya dan menjamin kesejahteraan warga negaranya.
AS tidak mau negaranya diobok-obok oleh sekelompok tertentu yang bernama teroris yang mengancam kedaulatan negaranya beserta keselamatan warga Negara yang sangat berpengaruh pada stabilitas nasional AS. AS langsung mengambil kebijakan high protect bagi negaranya dengan mencanangkan kebijakan keamanan global AS yang memberikan prioritas yang sangat tinggi, terhadap perang melawan teroris. Memberikan implikasi pada AS melakukan intervensi pada negara-negara yang dianggap cukup bukti sebagai penghasil produk teroris. Muncul nama-nama Negara yang dianggap sebagai jaringan-jaringan teroris bersarang yakni Afganistan dan Irak. Super power yang dimiliki AS semakin mendorong AS untuk melakukan penumpasan teroris habis hingga akar-akarnya. Berangkat dari pernyataan yang disampaikan Presiden Bush yang dikenal dengan istilah the Bush doctrin “we must take the battle to the enemy, disrupt his plan, and confront the worst threats before they emerge ” Dibuktikan dengan perang yang terjadi di Afganistan dan Irak yang belum tuntas hingga saat ini.
Hal ini semakin memperkuat paradigma realis dan pemikirnya Thomas Hobbes mengenai negara “negara diperlukan untuk menjamin ketertiban umum, bellum omnium contra omnes atau war of all against all. Ancaman yang bersumber dari dunia internasional merupakan kondisi perang actual atau potensial sejalan dengan tidak adanya jaminan perdamaian yang permanent diantara Negara yang berdaulat.


Paradigma realisme gagal dalam meramalkan berakhirnya perang dingin antara US dan AS. Paradigma liberal lebih berhasil dalam meramalkan berakhirnya perang dingin.
a. Kegagalan realisme dalam meramalkan berakhirnya perang dingin.
Hal ini disebabkan karena realis sendiri tetap bersikukuh mengenai negara sebagai aktor utama atau sebagai aktor paling dominan yang hanya mengutamakan kepentingan nasionalnya dengan kekuatan militer menuju struggle of power sehingga tercipta balance of power sehingga negara dapat menciptakan stabilitas nasional. Realisme klasik tidak pernah membayangkan bahwa suatu saat Uni Soviet sebagai salah satu kekuatan adidaya semasa perang dingin akan dengan sukarela membubarkan diri tanpa tekanan dari negara manapun. Runtuhnya Uni Soviet tidak disebabkan oleh pertarungan terbuka dengan AS seperti yang diperkirakan oleh kaum realis berpeluang terjadi. Tetapi oleh proses internal yang tidak diduga sebelumnya. Perang dingin berakhir dengan Runtuhnya Uni Soviet terjadi karena proses internal yang terjadi di Uni Soviet sendiri berangkat dari yang tidak diduga sebelumnya. Karena kebijakan-kebijakan yang dikonsep Gocbachev mulanya dimaksudkan sebagai alat untuk merangsang ekonomi Soviet, perestroika dan glasnost segera menimbulkan akibat-akibat yang tidak diharapkan yakni bubarnya US.
Situasi balance of power sealalu menciptakan kondisi security dilemma, sehingga muncul sifat pesimis terhadap proses perdamaian dan transformasi dalam politik global menganggap kekuatan militer lebih penting daripada ekonomi demi tercapainya keamanan nasional dan pertumbuhan ekonomi hanyalah sarana untuk mencapai dan mencapai dan memperluas kekuasaan dan prestise Negara. US optimis dengan perestroika mulai tahun 1987 (restrukturisasi ekonomi), dan uskoreniye (percepatan pembangunan ekonomi).
Mempertanyakan kemampuan realisme dalam mendeskripsikan realitas global secara utuh dan efektif. Asumsi yang mengatakan Negara merupakan aktor yang uniter menyembunyikan lebih banyak fakta penting daripada mengungkapkan realitas yang menjadi obyek kajian. US dengan Glasnost memberikan kebebasan berbicara yang lebih besar. Pers menjadi jauh lebih merdeka, dan ribuan tahanan politik dan banyak pembangkang di bebaskan.
Ketidakmampuan realisme untuk menyerap isu-isu baru dalam politik global kontemporer yang menciptakan kebutuhan yang mendesak dalam kebutuhan yang mendesak untuk merumuskan teori-teori baru demi menjelaskan arah dan perubahan yang terjadi dengan segala konsekuensinya bagi masyarakat internasional. Pada perkembangannya di US, Isu-isu ekonomi, kerjasama, dan interdependensi global merupakan indikator terciptanya paradigma liberalisme (Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi). Sejalan dengan Program yang diperkenalkan Mikhail Gorbachev yang menyebabkan runtuhnya ekonomi komando administrative Soviet melalui perestroika (restrukturisasi ekonomi/reformasi politik dan ekonomi), dan uskoreniye (percepatan pembangunan ekonomi).

b. Kebehasilan liberalism dalam meramalkan keberhasilan perang dingin.
Munculnya Mikhail Gorbachev yang diangkat oleh Politbiro sebagai Sekretaris Jenderal Uni Soviet pada Maret 1985 menggantikan Konstantin Chernenko. Hal ini memberikan nuansa baru bagi Uni Soviet dengan menampakan paradigma keberhasilan liberalisme dalam meramalkan berakhirnya perang dingin yang diterapkan di Uni Soviet dengan adanya:
Motif aktor untuk berkolaborasi; saling membantu memenuhi kebutuhan manusia. Ini merupakan salah satu perspektif utama paradigma Liberalisme yang dikemukakan oleh Charles W. Kegley dan Eugene R Wittkopf. Hal ini Terlihat dari liberalisasi politik dan ekonomi, dan dorongan untuk mengembangkan hubungan-hubungan yang lebih hangat dan perdagangan dengan Barat.
Isu-isu ekonomi, kerjasama, dan interdependensi global merupakan indikator terciptanya paradigma liberalisme (Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi). Sejalan dengan Program yang diperkenalkan Mikhail Gorbachev juga yang akan menyebabkan runtuhnya ekonomi komando administrative Soviet melalui program-programnya perestroika dimulai tahun 1987 (restrukturisasi ekonomi/reformasi politik dan ekonomi), dan uskoreniye (percepatan pembangunan ekonomi). Undang-undang Koperasi yang diberlakukan pada Mei 1988 barangkali adalah yang paling radikal di antara semua langkah pembaruan ekonomi pada masa tahap awal era Gorbachev. Untuk pertama klainya sejak Kebijakan Ekonomi Baru Vladimir Lenin, undang-undang memungkinkan pemilikan pribadi bisnis dalam sektor-sektor jasa, manufaktur, dan perdagangan luar negeri. Di bawah aturan ini, restoran-restoran koperasi, toko-toko dan para pengusaha manufaktur menjadi bagian dari wajah Soviet.
Peranan negara yang menjamin kebebasan individu demi kemajuan kemanusiaan (human progress) Glasnost memberikan kebebasan berbicara yang lebih besar. Pers menjadi jauh lebih merdeka, dan ribuan tahanan politik dan banyak pembangkang di bebaskan. Sementara tujuan utama Gorbachev dalam mengadakan glasnost adalah untuk menekan kaum konservatif yang menentang kebijakan-kebijakan restrukturisasi ekonominya, ia pun berharap melalui berbagai keterbukaan, debat dan partisipasi, rakyat Soviet akan mendukung inisiatif-inisiatif pembaruannya.
Pendekatan utama demokratisasi dan preskripsi reformasi kelembagan (Charles W. Kegley dan Eugene R Wittkopf). Pada Januari 1987 Gorbachev menyerukan diadakannya demokratisasi. Yakni memperkenalkan unsur-unsur demokratis seperti misalnya pemilu dengan banyak kandidat di dalam proses politik Soviet. Pada Juni 1988, dalam Konferensi Partai ke-19 dari PKUS, Gorbachev meluncurkan pembaruan-pembaruan radikal yang dimaksudkan untuk mengurangi kontrol partai terhadap aparat-aparat pemerintahan. Pada Desember 1988, Dewan Soviet Tertinggi Soviet menyetujui dibentuknya suatu Kongres Deputi Rakyat yang sebelumnya telah ditetapkan oleh amandemen konstitusi sebagai dewan legislative Uni Soviet yang baru. Pemilihan umum untuk anggota kongres diadakan di seluruh Uni Soviet pada Maret dan April 1989. Pada 15 Maret 1990 Gorbachev terpilih sebagai Presiden eksekutif pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar